TU7UA | Makassar — Industri otomotif Indonesia menunjukkan sinyal mengkhawatirkan dengan masuknya ke zona resesi.
Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor baru dan bekas, terutama menjelang Lebaran 2025 lalu, menjadi indikator utama.
Kondisi ini berpotensi memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masif dan mengancam jutaan pekerja.
Kontribusi industri otomotif terhadap perekonomian Indonesia mencapai hampir 19 persen.
Penurunan pasar kendaraan, baik baru maupun bekas, menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat. Konsumen lebih memprioritaskan kebutuhan pokok daripada pembelian kendaraan, baik secara tunai maupun kredit.
Hal ini menjadi sinyal awal resesi ekonomi yang perlu diwaspadai.
Data penjualan yang merosot drastis menunjukkan dampak signifikan terhadap rantai pasok industri otomotif.
Lebih dari 1,5 juta tenaga kerja terlibat dalam industri ini, mulai dari manufaktur, distribusi, hingga penjualan seperti dikutip video.kompas.com, Senin 5 Mei 2025.
Jika tren penurunan berlanjut, PHK massal menjadi ancaman nyata yang akan berdampak luas pada perekonomian nasional.
Para ahli ekonomi memprediksi bahwa dampak resesi ini tidak hanya terbatas pada industri otomotif.
Penurunan daya beli akan berdampak pada sektor-sektor lain, menciptakan efek domino yang dapat memperparah situasi ekonomi.
Pemerintah didesak untuk segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, termasuk stimulus ekonomi dan program perlindungan pekerja.
Situasi ini membutuhkan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan. Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan pekerja untuk menemukan solusi yang efektif dan menyelamatkan industri otomotif Indonesia dari jurang resesi yang lebih dalam.
Kehilangan jutaan lapangan kerja akan berdampak sangat signifikan pada stabilitas sosial dan ekonomi negara.